Prospek Industri Kemasan Sangat Positif, Investor Asing Cari Peluang Investasi dan Kongsi

Pelaku industri kemasan Indonesia tetap sumringah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan makin besarnya kebutuhkan pekerjaan pengemasan produk di Indonesia. Federasi Pengemasan Indonesia menghitung, potensi penjualan kemasan di Indonesa sekitar Rp 80 triliun per tahun. "Penopang permintaan industri kemasan tahun ini berasal dari segmen ritel terutama sektor usaha kecil dan menengah (UKM)," kata Ariana Susanti, Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia dalam sebuah kesempatan.

Pandangan yang sama dikemukakan Henky Wibawa, ahli senior dari Indonesia Packaging Federation. Menurut Henky, dalam lima tahun terakhir, industri packaging atau kemasan di Indonesia tercatat bertumbuh. Meski pertumbuhannya hanya single digit—padahal lima tahun sebelumnya masih bertumbuh double digit—namun nilai bisnisnya masih sangat menggiurkan. Nilai bisnis industri kemasan di Tanah Air, tahun ini mencapai US$ 6,1 juta hingga US$ 6,2 juta. 

Industri kemasan di Indonesia masih diprediksi tumbuh hingga 8-9%. Dalam catatan Indonesia Packaging Federation, material kemasan yang paling banyak berkontribusi pada industri kemasan di Indonesia adalah flexible packaging, yakni mencapai 45%. Tingginya kontribusi tersebut, karena tingginya permintaan untuk segmen produk home care, kuliner, farmasi, snack & confectionery, fresh foods, frozen foods, dairy, beverages, ready meals, dan pet food. 

“Permintaan flexible packaging tumbuh 9% sampai 10% per tahun untuk semua segmen. Penggunaan flexible packaging utuk segmen beverages, dairy, serta home and personal care, didorong oleh perkembangan varian baru dari produk maupun desain kemasan,” papar Henky. Selanjutnya, kontribusi terbesar berikutnya adalah kemasan dengan material paperboard (29%), rigid plastic (15%), metal cans atau kaleng logam (4%), woven bag atau tas anyaman (4%), serta glass contain atau berbahan gelas (3%). 

Ada beberapa pemicu  yang mendorong pertumbuhan pasar kemasan di Indonesia saat ini. Pertama adalah pertumbuhan di pasar ritel, baik tradisional maupun modern channel. Kedua, meningkatnya kelas menengah Indonesia yang mengarah pada gaya hidup modern, sehingga berujung pada meningkatnya produk berkemasan. Ketiga, produk kemasan kecil atau sachet makin disukai konsumen. Keempat, bertumbuhnya pemasaran yang proaktif dengan menawarkan solusi kemasan yang inovatif. 

Kelima, industri dan persaingan bisnis yang makin kompetitif. Keenam, adanya sensitivitas harga dan harapan yang berbeda dari konsumen terkait kualitas. Ketujuh, adanya peraturan baru mengenai limbah kemasan plastik, yang harus bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan. Kedelapan, percepatan pembangunan infrastruktur yang akan meningkatkan efesiensi dari transportasi sekaligus menurunkan biaya logistik.


Meski prospek industri sangat cerah, Ariana menyebutkan, industri kemasan di Indonesia tertinggal ketimbang negara lain khususnya China. Sumber masalah terletak pada biaya produksi di Indonesia lebih mahal ketimbang biaya produksi di Negeri Panda tersebut.
Ariana menyodorkan contoh, perusahaan kemasan di Tiongkok bisa menerima pesanan kemasan dalam hitungan puluhan ribu pieces. Sedangkan di Indonesia pelaku industri kemasan hanya mau memesan jumlah ratusan ribu pieces. "Pengusaha kemasan di dalam negeri masih memperhitungkan bisnis, karena menghitung ongkos produksi," katanya.

Yang pasti, karena melihat prospeknya yang cerah, kalangan investor asing dari Jepang, Korea dan Singapore dikabarkan sangat tertarik untuk masuk di bisnis ini untuk melakukan joint venture dengan pemain lokal atau bahkan akuisisi bisnis bila diperlukan. Pada umumnya, selain membawa modal besar investor asing juga membawa technical know how ke Indonesia sehingga investor lokal bisa bersinergi secara win-win. Ketika ditanya, investor asing umumnya lebih suka mencari pemain lokal yang punya rencana pengembangan bisnis yang lebih komprehensif dalam lima tahun kedepan, selain bisnisnya sekarang juga mesti sudah punya fondasi yang baik.




Lebih baru Lebih lama