Dimulai
dari sebuah kantor kecil dan seorang sekertaris, kini pria ini
mengelola bisnis infrastruktur beraset diatas Rp 3,5 triliun dengan 20-an anak
usaha. Visi, strategi dan gaya kepemimpinan menjadi kunci suksesnya.
Sudah
menjadi rahasia umum, bila berbicara soal pelaku pasar modal biasanya
orang akan langsung terasosiasi dengan sosok pebisnis yang
spekulatif. Mereka biasanya tak akan lama menggengam sebuah aset
karena begitu melihat ada peluang meraih untung (capital gain)
segera akan dijual. Sosok demikian itu berbeda dengan pebisnis
bermental industriawan yang biasanya ketika memilih sebuah bidang
bisnis, maka ia akan menggeluti, merawat dan membesarkannya dengan
sabar, tak mudah tergoda untuk menjual asetnya meski peluang untung
besar di depan mata.
Muhammad
Ramdani Basri, tampaknya merupakan sosok anomali. Meski
berlatarbelakang dunia pasar modal, ia justru membuktikan diri
sebagai seorang industriawan tulen, khususnya di bisnis
infrastruktur yang digeluti. Setidaknya itu tampaknya dari apa yang
dilakukannya dalam membesarkan perusahaan publik, PT Nusantara
Infrastructire Tbk (NI), yang kini menjadi pemain swasta besar di
bidangnya, dengan total aset tak kurang dari Rp 3,5 triliun.
"Cita-cita saya ingin membangun infratruktur untuk masyarakat
tanpa satu rupiah pun menggunakan dana APBN, baik itu jalan tol, air
bersih, pelabuhan, pembangkit listrik dan sebagainya," jelas
Ramdani seraya menunjuk struktur organisasi NI yang sekarang sudah
punya 17 anak perusahaan bidang infrasrtktur.
Kisah
bisnis Ramdani di bisnis infra dimulai tahun 2005 saat ia bertemu
Group Bosowa yang punya dua aset jalan tol dan meminta supaya aset
tersebut diolah (direvitalisasi). Dua aset jalan tol itu, yang satu
berada di Makasar, dan satunya lagi di wilayah BSD, Tangerang. "Dua
aset itu dua-duanya dalam kondisi batuk-batuk. Kesulitan keuangan
karena punya hutang besar dan suli bayar bunga. Pokoknya batuk-batuk,
nyaris menjadi aset yang mati," katanya mengenang. Saat
pertemuan itu ia sanggupi untuk mencoba memaksimalkan aset tersebut,
namun ia meyakinkan bahwa hal itu hanya bisa dilakukan melalui pasar
modal karena bisnis infra butuh modal yang sangat besar.
Ramdani
sendiri tak asing dengan pasar modal. Sebelumnya ia sudah
berkecimpung di pasar modal dan biasa menangani kasus-kasus merger
dan akusisi perusahaan perminyakan, tambang dan manufaktur. Ia juga
pernah mnenjadi CEO perusahaan sekuritas, PT Asiana Securities. Pun
pernah menjadi CEO PT Asiana Multi Kreasi Tbk dan melakukan turn
around perusahaan produsen boneka itu dari yang awalnya punya
ekuitas negatif menjadi positif sebelum akhirnya dijual ke pihak
lain.
Pada
intinya, ajakan memanfaatkan dua aset itu disetujui. Ramdani lalu
mulai bekerja, hanya ditemani seorang akuntan dan office boy.
"Kantor saya saat itu kotakan kecil, kursinya pun saya bawa dari
rumah," ungkap Ramdani yang kelahiran Jakarta, 9 Maret 1961 ini.
Ia segera bekerja melakulan restruktrisasi. Dua aset jalan tol itu
kemudian dia rangkum menjadi satu (merger), dibuatkan holding baru
bernama PT Nusantara Konstruksi Indonesia (NKI). Dia lalu mencari
perusahaan publik beraset kecil sebagai kendaraan masuk ke bursa yang
kemudian didapat PT Metamultimedia Tbk, perusahaan publik bidang TI.
"NKI
itu kemudian saya gabung (merger) dengan cara backdoor
listing dengan PT
Metamultimedia Tbk sebagai performing
asset. Setelah digabung, nama
PT Metamultimedia saya ganti menjadi PT Nusantara Infrastructure Tbk
hingga sekarang. Jadi Nusantara Infrastructure saat itu langsung
punya dua aset tol tadi," kenang Ramdani. Pada tahun itu pula
Ramdani segera melakukan restrukturisasi hutang dua jalan tol itu,
ke Bank Mandiri dan Bank Artha Graha. Pinjaman akhirnya berhasil
direstrukturisasi sehingga menjadi hutang lancar dan bisnis berjalan
normal kembali.
Sejak
itu NI terus tancap gas menggelar bisnisnya dan menggenjot
pertumbuhan bisnisnya. Tahun 2008, dalam kondisi keuangan yang masih
tertatih-tatih, NI mengakuisisi sebuah jalan tol di Makassar, ruas
Jalan Tol Seksi Empat (JTSE) , sehingga mejadi punya aset tiga jalan
tol ( dua di Makasar dan satu di Tangerang). Tol JTSE merupakan
satu-satu tol bisa diresmikan Presiden RI (2009) selama era
infrstruktur summit. Pada tahun-tahun berikutnya gebrakan NI makin
menjadi-jadi.
Pada
2011, misalnya, NI mulai masuk bisnis infra di luar jalan tol, yakni
dengan mengakuisisi perusahaan pelabuhan di Lampung. Pelabuhan yang
diakusisi bukan pelabuhan umum (general port) namun pelabuhan yang
khusus (dedicated) untuk bongkar-muat komoditas CPO. Dalam proyek
investasi pelabuhan CPO, NI menggandeng investor global Louis Dreyfus
Group, raksasa bisnis komoditi di dunia.
Ekspansi
terus belanjut. Antara lain dengan masuk di bisnis penyediaan air
besih untuk publik. Saat ini NI sudah punya dua lokasi pengolahan,
yakni di Cikokol Tangerang dan Sumatera Utara. Juga masuk di bisnis
energi dngan memiliki pembangkit listrik mini hidro (dibawah 10 MW).
Dan pada Desember 2013 Desember lalu NI juga mengakuisisi perusahaan
tower BTS yang punya sekitar 400 tower. "Sekarang ini group
kita sudah punya 17 anak perusahaan infrastrktur," tunjuk
Ramdani.
Masing-masing
bisnis dikelola subholding yang mengelola semua anak usaha dalam
bidang yang sama. Misalnya di bisnis jalan tol, dikelola subholding
anak usaha NI bernama PT Margautama Nusantara (MUN). Saat ini MUN
mengelola empat ruas jalan tol, yakni ruas tol Bintaro Serpong Damai
(BSD) Jakarta, Bosowa Marga Nusantara (BMN), ruas Jalan Tol Seksi
Empat (JTSE) Makassar, serta ruas tol Jakarta Lingkar Baratsatu
(JLB) Jakarta.
Tak
salah, berdasarkan praktek yang sudah dilakukan sejauh ini, tampak
sekali NI menggunakan pola pertumbuhan unorganik, mengandalkan
strategi akuisisi. Pertanyaannya, darimana dana untuk akuisisi itu?
"Sumber dana akusisi beragam. Bisa dari pinjaman bank, bisa
dari mitra investor, dari pasar modal, ada juga yang dari sumber
internal kita," sebut Ramdani. Pada tahap pertama, sampai
dengan tahun 2010, NI menggunakan pola melakukan leverage
hutang. Contohnya, hutang di dua jalan tol di awal, direnegoasiasi
menjadi hutang lancar dan dari situ bisa menjadi aset untuk meminjam
lagi.
Namun
yang juga sangat penting, NI mengandalkan sumberdana dari investor
yang digandeng. "Kita nggak mungkin bangun infrastruktur
sendirian, harus ramai-ramai. Kebutuhan investasi dan modal pasti
sangat besar," ungkap Ramdani. Ia menyontohkan investasi sebuah
ruas jalan tol bisa mencapai Rp 10 triliun karena saat ini investasi
jalan tol per kilometer membutuhkan modal sekitar Rp 80 miliar.
Sedangkan kalau jenis tol yang diatas (elevated) malahan butuh
investasi per kilometer Rp 200 miliar. Pun bisnis pelabuhan, nilainya
juga pasti triliunan.
Tak
heran, kalau Ramdani banyak melibatkan investor dalam menggarap
bisnis ini. Mereka ada yang investasi di perusahaan holding NI,
subholding, maupun di level proyek (anak usaha). Beberapa investor
yang bisa disebut antara lain Providence Capital, CapAsia, Louis
Dreyfuss, dan Rajawali Group. Kecenderungannya kedepan tidak akan ada
pemegang saham mayoritas tunggal (single majority) karena investasi
terus akan dilakukan.
Ramdani
mengilasbalik, NI mulai menggandeng investor strategis sejak 2010.
Saat itu jumlah hutang perusahaan sudah sedemikian besar sehingga
terpaksa melakukan corporate
action dengan cara right
issue (menerbitkan saham
baru). Total dana yang diperoleh saat itu (termasuk warrant) ialah
Rp 1 triliun. "Saat itulah kita undang financial
investor untuk beli saham
tersebut sehingga pemegang sahamnya tambah dan si financial
investor menjadi pemegang
saham mayoritas," sebut Ramdani. Tiga bulan kemudian financial
investor tersebut menjual sebagain sahamnya, salah satunya ke
Rajawali Group yang kini menguasai 21% saham NI.
Kini,
setelah skala bisnis dan organisasi NI makin membesar, Ramdani lebih
fokus pada pekerjaan strategi dan kebijakan. Kegiatan komersial
harian sudah dijalankan COO, Danny Hasan. Danny Hasan sendiri
bergabung ke NI setahun setelah Ramdani. "Waktu itu Pak Danny
agak takut bergabung karena perusahaan masih berdarah-darah,
keuangannya belum solid. Tapi saya yakinkan bahwa restrukturisasi
bukan untuk jangka pendek, jadi masa depan akan aman," kenang
co-founder NI
ini. Kini, dalam setiap membuat keputusan investasi, Ramdani selalu
mengajak timnya untuk bersama memutuskan. Tim tersebut tergabung
dalam komite investasi yang anggotanya Ramdani sendiri, Danny Hasan,
Ridwan Irawan dan Scout Younger.
Harus
diakui, membesarnya NI jelas tak lepas dari sentuhan kepemimpin
Ramdani selalu sosok yang sejak awal terlibat aktif mengomandani
perusahaan publik ini. “Pak Ramdani itu sosok yang kreatif dan
banyak akal dalam mengelola bisnis,” kesan Darjoto Setiawan,
eksekutif senior Group Rajawali yang ditempatkan di NI sebagai
Presiden Komisaris. Pernyataan Darjoto tentu saja akurat karena dalam
beberapa tahun terakhir Darjoto biasa berhubungan dengan Ramdani.
Dalam
hal ini Ramdani menggunakan gaya kepemimpinan tersendiri ketika
mengelola tim NI. Ia sedemikian meyakini pentingnya pendelegasian
otoritas dan mempercayai anak buah. "Kalau kita ingin bisnis dan
organisasi menjadi besar, pimpinan tak mungkin mengurusi pernik
kecil. Harus didelegasikan ke orang lain yang kompeten dan kita
percaya. Dan kalau kita sudah delegasi, kita harus kasih dia mandat
penuh dan percaya bahwa dia akan bisa. Jangan sampai sebagai
pimpinan kita sok pinter dan banyak intervensi," Ramdani
menjelaskan gaya kepemimpinannya.
Tampak
sekali NI bisa besar karena proses delegasi otoritas yang berjalan
baik dan pimpinan mempercayai anak buah. Tim-tim dibawah direksi
diberi kewenengan untuk mengusulkan berbagai ide pengembangan bisnis
baru dan mengeksekusinya tanpa intervensi. Bila ada ide pembentukan
usaha baru, ditampung dan diputuskan dalam Komite Investasi.
Pengelolaannya secara teknis diserahkan ke tim (anak buah) yang sudah
dipercaya. "Anak buah kita yang ada di lapangan. Mereka lebih
tahu sehingga usulan pengembangan dari mereka kita jalankan. Itulah
pentingnya merekrut anak buah yang baik agar masukannya juga baik,"
ungkapnya. Hanya Ramdani juga tetap mewanti-wanti agar anak buahnya
berhati-hati dan cermat dalam melakukan perhitungan. Pasalnya, di
bisnis infra, bila salah perhitungan, langsung akan merusak neraca
bisnis karena investasinya besar.
Ramdani
lebih suka memperlakukan anak buah sebagai intrapreneur (usahawan),
bukan semata- mata karyawan. Para manajer dia tantang untuk berpikir
dan mengelola unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya bagaikan
bayi yang harus dirawat dan dibesarkan. "Saya bilang ke mereka,
‘saya percayakan proyek ini ke you 100%. Silahkan you kembangkan!
Kalau you bisa, akan mendapat uang yang berbeda dengan skema karyawan
biasa’. Saya ajak mereka berpikir sebagai usahawan," tutur
Ramdani yang terus mengajak karyawannya berpikir 20 tahun kedepan.
Mengelola
bisnis infra seperti dijalankan NI, menurut Ramdani, membutuhkan
pendekatan dan tipologi karyawan yang berbeda. Dan menurut
pengalamannya, akan sulit dikerjakan karyawan yang pola kerjanya jam
5 sore sudah ingin pulang kantor. "Bisnis merger
and acquisition nggak mungkin
dikerjakan tipe karyawan demikian. Harus yang mau kerja keras,
terkadang harus menginap di kantor," sebutnya. Dengan kata
lain, salah satu yang membuat sukses, Ramdani memilih tim yang punya
semangat perjuangan yang militan.
Dalam
memilih karyawan, Ramdani lebih mementingkan pengalaman. "Sekolah
itu perlu, tapi jam terbang lebih penting," ujar peraih gelar
Master of Science dari Monash University, Melbourne, Australia ini.
Ia menganalogikan dengan dokter yang lulusan kuliah tinggi namun
minim praktek dibanding dokter biasa namun sering terlibat di kamar
bedah, tentu kualitasnya akan lebih bagus yang sudah biasa
berpraktek. Ia juga menunjuk contoh anak buahnya yang bekerja di
bagian TI, hanya lulusan STM di Makasar, namun bisa membuat program
software yang sangat ekselen hingga membuat relasi dari Jepang
geleng-geleng kepala melihat kemampuan karyawan itu.
Sebab
itu Ramdani selalu mendorong anak buahnya untuk mempertajam
pengalaman dengan makin banyak terlibat dalam pengerjaan proyek. Tak
heran Ramdani juga lebih suka mendidik karyawannya dengan cara on
the job training, bukan
sekolah formal. Ia percaya karyawan akan berkembang baik bila biasa
menghadapi masalah dan kreatif membuat solusi-solusi dari
pemasalahan yang dihadapi. Di lain sisi, ia juga menyemangati timnya
bahwa sejatinya tantangan yang mereka hadapi kini jauh lebih mudah
dibanding era dirinya karena manajemen MI sudah memberikan fasilitas
lengkap untuk menghasilkan karya. Kalangan mitra juga sudah sangat
percaya dengan kiprah NI (bank, investor, dan mitra).
Ramdani
teringat dulu sewaktu krisis harus menyelamatkan perusahaan yang
benar- benar mengalami kesulitan. Untuk bisa mengentaskannya dari
masalah, Ramdani harus membaut coretan simulasi penyelamatan yang
jumlah mencapai ratusan skenario. "Kalau skenario ini maka
resikonya begini. Namun dari situ saya belajar banyak dan berusaha
kreatif. Kreatifitas itu harus diasah dari pengalaman, tidak bisa
dari sekolah," pesan Ramdani. Dalam hal ini Ramdani selalu
mendorong timnya agar bisa menciptakan ide-ide bisnis yang tidak ada
dalam teori-teori yang sudah ada.
Kepada
para pemimpin-pemimpin muda di perushaannnya, Ramdani selalu
mengingatkan bahwa pada prinsipnya manusia semua sudah punya garis
tangan (takdir) masing-masing. Namun di lain sisi juga harus
meyakini bila melakukan hal yang baik maka hasilnya juga akan baik.
'Tugas kita melakukan sesuatu sebaik mungkin dan yakin bakal berhasil
dengan kreatifitas yang terus kita bangun. Kita harus yakin itu.
Kalau nggak yakin jangan jadi pemimpin," Ramdani mengulang
pesan yang biasa ia sanpaikan.
Kreatifitas,
bagi Ramdani, sangat penting untuk menyikapi masalah yang ada. "Coba
kita ingat tahun 2008. Waktu itu aset kita hanya Rp 250 miliar,
namun kita akan mengakuisisi perusahaan lain yang total asetnya Rp
2,7 triliun. Bagaimana ini bisa dan darimana uangnya? Tapi kita
harus yakin itu bisa dan cari jalan, dengan mengombinasikan semua
instrumen yang ada. Buktinya bisa," Ramdani memberikan contoh.
Setelah
berhasil membawa biduk yang semakin besar -- dengan jumlah karyawan
800 orang, 17 anak usaha, dan total aset Rp 3,5 triliun -- Ramdani
semakin meyakini bahwa pekerjaan terpentingnya, mengelola dan
membangun karakter manusia (SDM) dan budayanya agar sejalan yang dia
pikirkan. Saking perhartiannya pada aspek SDM, divisi human resources
di NI berada langsung dibawah Ramdani, tidak dibawah direktur lain.
Persoalan SDM dan budaya biasanya juga menjadi fokus utama ketika
mengakuisisi perusahaan. "Dulu kita berpikir masalah utama
dalam akuisisi adalah masalah uang. Ternyata bukan, masalah SDM dan
penyamaan budaya," ungkap pria yang lulus kuliah program
sarjana tahun 1985 ini.
Selama
ini, dalam menangani perusahaan yang diakuisi, langkah pertama yang
diambil: menyamakan visi SDM dan budayanya. "Kalau berbeda kita
akan susah kerja. Makanya perusahaan yang diakuisisi itu harus
diupgrade dulu sehingga bisa sama dengan cara kerja kita. Baru
setelah itu kita bisa ngomong rencana kerja," Ramdani
melanjutkan. Biasanya, bila ada perusahaan yang diakuisi, NI
melakukan mixing SDM pengelola perusahaan itu. Selain itu juga
membuatkan sistem baru dan memberikan training agar perusahaan baru
bisa mengikuti irama kerja NI. Termasuk gaji yang pelan-pelan harus
ditingkatkan hingga menyamai level NI. Bila perusahaan yang
diakuisisi ukurannya besar, biasanya NI langsung mencari orang dari
luar yang punya level kompetensi lebih tinggi dari direksi yang
sudah ada untuk memimpin perubahan.
Masih
dari sisi SDM, untuk membangun kekompakan, tiap tahun sekali Ramdani
mengumpulkan seluruh karyawan pada acara gathering yang biasanya
dilakukan di luar Jakarta. "Yang terakhir kemarin kita di Bali,
750 orang karyawan, termasuk para office boy, terbang ke Bali,"
katanya. Di lain sisi, untuk memudahkan koordinasi, di ruang kerja
Ramdani di Equity Tower juga ada ruang pantau elektronik dan real
time (dilengkapi layar monitor besar) yang dari situ ia bisa memantau
perkembangan semua titik proyek NI, termasuk memungkinkan melalukan
telewicara dengan mitra-mitra investornya di luar negeri secara
langsung.
Setelah
NI berjalan sekitar 10 tahun, Ramdani merasa yakin bahwa perjalanan
bisnis NI berada pada jalur yang benar. Mimpinya untuk menjadikan NI
sebagai perusahaan swasta penyedia infrastruktur masayarakat yang
sama sekali tak mengandalkan APBN menjadi kian nyata. Terlebih bila
melihat kinerja NI yang semakin sehat. Setelah melewati masa
berdarah-darah dari 2006 sampai 2010, mulai tahun buku 2011 NI sudah
bisa memetik laba positif. Sejak itu pertumbuhan bisnis dan labanya
makin bagus.
Tahun
2014 ini, per September, PT Nusantara Infrastructure Tbk meraih
pendapatan sebesar Rp 382,31 miliar, naik dibanding pendapatan
periode sama tahun sebelumnya yang Rp 220,24 miliar. Laba kotor naik
menjadi Rp 271,88 miliar dari laba kotor tahun sebelumnya yang Rp
145,80 miliar. Laba usaha naik menjadi Rp 156,35 miliar dari laba
usaha tahun sebelumnya yang Rp 81,47 miliar. Sedangkan laba bersih
tercatat Rp 80,24 miliar, naik dari laba bersih tahun sebelumnya
yang Rp 33,90 miliar. Total aset NI per September 2014 mencapai Rp
3,55 triliun naik dari total aset per Desember 2013 yang Rp 2,58
triliun.
Kepercayaan
kalangan pebisnis terhadap NI juga semakin kondusif. "Dulu kita
cari proyek baru susah sekali, sekarang tiap hari ada saja proposal
yang datang ke kita dan meminta kita masuk sebagai investor,"
kenang Ramdani. Demikian pula dalam kepercayaan dari kalangan
perbankan. Awalnya ketika dirinya datang ke bank sering ditertawakan
karena membawa proyek mimpi. Tidak punya uang namun keinginannya
besar.
"Jangankan untuk bertemu bos bank itu, untuk ketemu
level head
saja kita susah sekali. Kalau sekarang orang nomor satu di bank itu
yang ingin bertemu kita," papar Ramdani. Kepercayaan publik
semakin bertambah setelah kalangan investor asing dan private equity
top dunia mau menanamkan modanya di NI. "Untuk bisa menggandeng
mereka itu sangat tidak mudah. Proses due dilligence lama dan sangat
ketat," Ramdani menceritakan pengalamannya.
Dr.
Asnan Furinto, MBA, pengamat strategi korporat dan dosen Manajemen
Strategis Binus University, melihat sukses NI tak lepas dari
kepemimpinan Ramdani Basri yang sukses menerapkan model kepemimpinan
demokratis dan bisa digolongkan pemimpin tipe coach. “Banyak hal
menarik dari Pak Ramdani. Ia punya semangat mengembangkan
intrapreneurship dan menghindari pendekatan micromanagement dalam
mengelola organisasi. Selama ini banyak pemimpin bisnis yang melihat
karyawannya hanya sebagai profesional murni. Itu pandangan klasik
khas agency theory,"
kata Asnan. Keberanian dan cara Ramdani diyakini akan menciptakan
intrapreneur-intrapreneur dalam organisasi.
Asnan
hanya mengingatkan agar Ramdani jangan sampai melupakan penataan
internal perusahaan. Pasalnya pertumbuhan anorganik melalu M&A
bisa membawa risiko non alignment strategi antar anak perusahaan dan
SBU di berbagai sektor infrastruktur (jalan tol, menara
telekomunikasi, pelabuhan, energi dll). "Belum lagi unsur
perbedaan budaya organisasi yang terbawa dari perusahaan yang
diakuisisi NI. Semua unsur soft ini harus tetap ditata oleh NI
walaupun mereka bergerak di sektor bisnis yang hard," pesan
Asnan. Selain itu, pertumbuhan anorganik NI juga harus dijaga
sustainabiltasnya dan jangan sampai mengorbankan pembenahan internal.
Kedepan
tampaknya Ramdani terus ingin meneruskan mimpinya agar NI membangun
semakin banyak infrastuktur untuk negeri tanpa bantuan anggaran
negara. "Saya ingin Nusantara Infrastructure menjadi pilot
project dunia swasta yang berhasil," ungkapnya. Setelah masuk
di jalan tol, pelabuhan, penyediaan air bersih, tower BTS, dan
pembangkit listrki, dalam waktu dekat juga akan menggarap bisnis
pengelolaan bandara (airport). Toh demikian, dalam ekspansi pihaknya
masih akan fokus di ceruk economic
infrastructure dan belum akan
menyentuh social infrastructure
seperti sekolah dan rumah sakit. Ia yakin perusahaannya akan makin
berkembang karena timnya sudah ditempa dengan mental industriawan
yang punya kesabaran dan passion tinggi di bidang infrastruktur
sehingga siap mengembangkan bisnis untuk jangka panjang.
#kiat sukses bisnis infrastruktur #kunci sukses bisnis infrastruktur #mengelola bisnis infrastruktur
Baca artikel lainnya :
- Kisah Sukses Dramatik Pendiri Hotel Syariah Pertama di Medan
- Pasangan Ini Sukses Membangun Jaringan Resto Takigawa
- Kisah Sukses Pendiri Red Bean Resto
- Kiprah Lima Sekawan Besarkan Bisnis Pendidikan BSI
- Robin Wibowo dan Bisnis Furniture Mewah Veranda
- Mengelola Bisnis Kampus Ala UGM
- Belajar Dari Pengusaha Muslim Terkaya Dunia, Azim Premji
- Strategi Mars Group Bangun Rantai Pasok Cokelat di Indonesia
- Belajar Dari Sukses Kosmetik Lokal Merek La Tulipe